JAKARTA, KOMPAS.com - Dugaan eksploitasi terhadap anak buah kapal (ABK) Indonesia di Kapal Long Xing 629 menjadi sorotan.
Dalam peristiwa tersebut, empat ABK WNI meninggal dunia. Tiga jenazah di antaranya dilarung ke tengah laut.
Dua jenazah ABK yang diketahui bernama Sepri dan M Alfatah dilarung saat berlayar di Samudera Pasifik pada Desember 2019.
Baca juga: Kuasa Hukum Perjuangkan Ganti Rugi ABK yang Dilarung di Laut
Kemudian, satu jenazah bernama Ari dilarungkan ke laut pada Maret 2020.
Satu ABK lainnya, Effendi Pasaribu meninggal di sebuah rumah sakit di Busan, Korea Selatan. Menurut pihak rumah sakit, ia meninggal karena pneumonia.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen menuntaskan kasus tersebut.
“Pemerintah memiliki komitmen yang sangat tinggi untuk menyelesaikan masalah ini secara tuntas, termasuk pembenahan tata kelola di hulu,” kata Retno melalui telekonferensi, Minggu (10/5/2020).
Temuan Menlu
Retno mengaku telah bertemu dengan 14 WNI kru kapal tersebut pada Minggu siang.
Para ABK tersebut diketahui tiba di Indonesia dari Korea Selatan pada Jumat (8/5/2020).
Ia menggali keterangan dari para ABK terkait pengalaman selama bekerja di kapal. Informasi pertama yang didapatkan terkait gaji.
“Sebagian dari mereka belum menerima gaji sama sekali. Ada sebagian lainnya menerima gaji, namun tidak sesuai dengan angka yang disebutkan di dalam kontrak yang mereka tanda tangani," ucap Retno.
Baca juga: Kuasa Hukum ABK yang Dieksploitasi di Kapal China: Ini Perbudakan Modern...
Berikutnya, ia menemukan bahwa jam kerja para ABK tersebut tidak manusiawi.
Dari keterangan yang didapat Retno, para ABK bekerja selama 18 jam per hari.
Atas temuan-temuan tersebut, Retno pun mengutuk praktik tak manusiawi yang dialami oleh para ABK.