JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional menyoroti sejumlah pasal dalam revisi UU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang dinilai sangat berpihak pada kepentingan elite korporasi.
Koordinator Jatam Merah Johansyah menyebutkan salah satu pasal yang dipersoalkan terkait jaminan perpanjangan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tanpa pelelangan.
"Perpanjangan otomatis bagi pemegang izin PKP2B tanpa pengurangan luas wilayah dan lelang merupakan fasilitas yang ditunggu-tunggu oleh enam perusahaan raksasa batu bara," kata Johansyah kepada Kompas.com, Senin (11/5/2020).
Baca juga: RUU Cipta Kerja Terhambat, Pemerintah-DPR Dinilai Cari Celah Lewat RUU Minerba
Menurutnya, setidaknya ada enam perusahaan raksasa yang masa kontraknya habis pada tahun ini dan tahun depan.
Johansyah mengatakan jaminan perpanjangan izin ini sangat dinanti oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
"Mereka ini diduga masih ingin terus menikmati kemewahan luas lahan, kemegahan produksi energi maut batubara dan fasilitas lainnya saat masih berada dalam sirkuit aturan rezim kontrak," imbuhnya.
Mengenai jaminan perpanjangan izin operasi ini tertuang dalam RUU Minerba Pasal 169A.
Disebutkan, KK dan PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian dengan beberapa syarat.
Pasal 169A huruf a berbunyi, "Kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian masing-masing untuk jangka waktu paling lama sepuluh tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan peneriman negara".
Pasal 169A huruf b menyebutkan, "Kontrak/perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan pertama dijamin untuk diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian untuk jangka waktu paling lama sepuluh tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya perpanjangan pertama KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara".
Selanjutnya, aturan mengenai perolehan IUPK tertuang dalam Pasal 169B.
Kemudian, ia menyoal penghapusan Pasal 165 dalam RUU Minerba.
Pasal 165 sebelumnya mengatur bahwa setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR atau IUPK yang bertentangan dengan UU Minerba dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama dua tahun penjara dan denda paling banyak dua ratus juta rupiah.
Berikutnya, Johansyah menyoroti konsep "wilayah hukum pertambangan" yang dimuat dalam RUU Minerba.
Baca juga: Anggota Komisi VII DPR Sebut RUU Minerba Wajib Segera Diselesaikan
Dalam RUU Minerba, wilayah hukum pertambangan didefinisikan sebagai seluruh ruang darat, ruang laut, termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan, dan landas kontinen.